Tuesday, August 22, 2017

Kejadian nyata seorang pramugari dan penumpang baru yang bikin tertawa membacanya




Pesawat Garuda tujuan Surabaya - Jakarta tadi pagi bersiap take-off tapi tertunda gara2 Saridin (Asal bojonegoro yg baru pertama kali naik pesawat) dg tiket ekonomi, tapi ngotot pengen duduk di kelas bisnis.
Alex (pemilik kursi bisnis): “Maaf pak... Ini kursi saya.”
Saridin:
” sampean siapa ?”
Alex:
”Saya penumpang yang duduk di sini pak..!”
Saridin :
”Penumpang..? Aku penumpang juga, sama2 bayar..! sama2 penumpang, gak usah ngator-ngator"
Alex lapor ke pramugari.
Pramugari :
“Maaf pak Saridin.. bapak mestinya duduk di belakang.”
Saridin :
“Sampean siapa.?”
Pramugari :
“Saya pramugari.”
Saridin :
“Pramugari itu apa?
Pramugari :
“Pramugari itu yang melayani penumpang.”
Saridin :
“ Oh, babu? Tak kira siapa, sudahlah tak osah ros-ngoros oreng lain, cuci piring saja di belakang. Pokoknya aku enak duduk di sini saja. Sampeyan mau apa ?!!”
Pramugari habis akal, dia memanggil pilot.
Pilot:
“Maaf pak, mestinya bapak duduk di belakang..!!”
Saridin :
“Sampean siapa ?”
Pilot :
“Saya pilot pak.”
Saridin :
“Pilot itu apa?”
Pilot :
“ Pilot itu yg mengemudikan pesawat ini”
Saridin :
“ Oh sopir...?” Tak kira siapa, bajunya seperti seragam LLAJ, pake topi, e taunya sopir. Pokoknya aku tak mau pindah. Sekarang sampeyan mau apa ?
Mattali orang asli madura yang baru masuk pesawat mendengar ribut² bertanya pada pilot, kemudian dia manggut² & mendekati Saridin sambil membisikkan sesuatu di telinganya, Saridin tiba2 bangkit sambil mel ngomél :
“ Dasar sopir gila, babu tak punya otak, untung ada bapak Mattali ini yg ngasih tau sengkok. Klo ndak, aku ndak sampe jakarta.
Saridin pun pindah ke belakang,
Pilot merasa takjub, dia bertanya pada Pak Mattali :
“Apa sih yg bapak bisikkan, koq tiba² dia sukaréla pindah kursi?”
Mattali :
“ Saya tanya, bapak mau kemana? Dia jawab mau ke JAKARTA.
Saya bilang anda salah duduk ... kalau mau ke JAKARTA duduknya harus di BELAKANG..... yang di
_DEPAN itu tujuannya ke Jember"😂😂😂😂😛😛

Monday, August 21, 2017

Kisah seorang pemulung dan ke Dua Putrinya



Warga Berita


Malam tadi kami bertemu dengan seorang bapak dan 2 orang putrinya. Entah mengapa hati ini terpanggil untuk mampir dan bertemu.
Saya : bapak rumahnya dimana? Kok sdh malam blm pulang
Bapak : rumah saya di legok bu, nanti jam 3 malam baru pulang karena nunggu barang2 hasil mulung ditimbang dulu. Ini lg istirahat sebentar hbs keliling mulung
Saya : ini anak2 nya dibawa pak malam2?
Bapak : iya ibu nya sdh meninggal, saya kepikiran klau ditinggal di rumah sendirian. Dulu saya pernah kerja jadi supir tapi berhenti karena tidak tahan dingin.Jadinya sekarang saya mulung.
(seketika itu saya melihat kondisi kaki sang bpk yg terlihat kecil, dan badannya yg kurus dan melengkung. Firasat saya mengatakan bpk ini kena penyakit paru2 atau tbc tulang)
Saya : nama bpk dan adik2 ini siapa?
Bapak : nama saya guruh, yg ini lydia (anak perempuan sblh kanan sang bapak) dan ini tesa (anak yg sedang tidur dipangkuan sang bpk)
Saya : tiap hari bapak mulung disekitar sini?
Bapak : iya bu, tempat nimbangnya dibelakang sini.
Saya : bpk ini ada sedikit makanan untuk dimakan bersama2 ya. Jaga kesehatan dan klau saya lewat sini saya akan mampir lagi
Bapak : terima kasih bu (sambil mulai membuka kotak makan dan mulai menyuapi ke dua anak perempuannya)
Saya terharu melihat cinta kasih sang bpk ke ke2 nya anaknya ini, walaupun hidup dalam keterbatasan namun dengan sekuat tenaga bpk ini tetap bertanggung jawab menjaga anak2nya. Tidak dibiarkan sendirian ataupun terlantar.
Jika teman2 ada yang kebetulan sedang lewat di daerah gading serpong depan McD atau Rumah buah dan melihat bpk ini beserta ke-2 anaknya sedang duduk disekitar situ, mampirlah sebentar dan berikanlah mereka sedikit cinta berupa makanan / minuman / pakaian / selimut.
Jika teman2 punya informasi lowongan pekerjaan daerah gading serpong unk sang bpk yg kondisi fisiknya terbatas ini (sebatas membantu bersih2 rmh ataupun menjaga kebun dll) mohon diinformasikan ya.
Mohon dishare ya teman2, semakin banyak orang yg tahu, semakin bnyk pula bala bantuan yang datang unk bapak ini dan anak2nya.

Sunday, August 20, 2017

Kisah penjual Ikan dan pembeli yang Tamak



Penjual ikan kaki lima


Tadi pagi, diantara beceknya pasar tradisional, aku mengantri untuk dilayani, di tukang ikan.

“mahal amat, kurangi deh, ikan kayak gini, udah nggak segar,”tawar ibu berambut hasil rebonding itu.

“25ribu itu udah pas Bu, karna udah siang, kalo pagi, nggak kurang dari 30ribu,”jawab ibu penjual ikan.

“Ahhh 20ribu kalo mau, udah sisa-sisa jelek begini kok,” tawar si ibu rebonding.

Mata tua penjual ikan mengerjap pelan, mata tua yang selalu mengundang iba, menatap dagangannya. Masih bertumpuk. Hari mulai beranjak siang. Sebuah anggukan ia berikan. Menyerah pada keadaan. Hidup, tak memberinya banyak pilihan.

Dan tangan tua keriput itu mulai menyisik ikan. Ujung jari melepuh terlalu lama terkena air. Beberapa luka di jari tertusuk tajamnya duri ikan, cukuplah sebagai bukti, bahwa kehidupannya bukanlah kehidupan manis bertabur mawar melati.

Dunia,

Kenapa kita sedemikian kejam pada orang yang lemah? Mengapa di sebagian semesta diri, kita begitu puas jika berhasil memenangkan penawaran pada orang orang yang sudah terseok-seok mencari makan?

Apa yang kita dapat dari hasil menawar ? 3 atau 5 ribu?

Akan kaya kah kita dgn uang segitu? TIDAK.

Uang mungkin terkumpul, tapi keberkahan hidup nggak akan didapat. Bisa jadi, saat memasak, lupa, lalu gosong dan terbuang, kerugiannya lebih dari 5 ribu. Atau bisa jadi, saat masakan udah matang, anak anak malah kehilangan selera makan, dan minta dibelikan ketoprak atau apalah, sehingga uang yg 5 ribu tadi abis juga, capek memasak nggak dihargai oleh anggota keluarga.

Apalagi menawar dengan bahasa yg tidak baik. “ikan kayak gini, udah nggak segar, ikan kayak gini, sisa-sisa udah jelek begini,”

Omongan adalah doa. Setelah deal membeli, bisa jadi ikan itu memang membawa pemakannya menjadi tidak segar, atau ikan itu membawa kejelekan bagi pemakannya. Hati hati dengan lisanmu, doa seseorang menggetarkan langit, kalimat yg burukpun bisa menggetarkan langit.

Aku belakangan ini mencoba konsisten menerapkan untuk tidak pernah menawar pedagang kecil. Dengan menulis ini, saya bukannya tidak paham dengan konsekuensi, akan banyak yg menilai “ahh amal baik kok di publikasikan, riya', nggak dapat pahala,”

Baik, soal pahala atau tidak, biarlah menjadi urusan Allaah. kalau karena menuliskan hal ini, aku dianggap riya, lantas kehilangan pahala atas hal itu, aku ikhlas. Hanya berharap, semoga tulisan ini mampu membelai banyak hati yang lain, kemudian menjadi konsisten untuk tidak pernah lagi menawar ke pedagang kecil.

Mari kita mulai, membangun perekonomian pedagang kecil.

Saat kita masih meringkuk di kamar ber AC, jam 3 dini hari, kala tubuh masih dibalut oleh selimut wangi dan jiwa dibuai mimpi, ibu tua pedagang ikan itu sudah berkubang dengan aroma ikan, mengangkat ikan berbaskom baskom, menyentuh es batu, mengeluarkan isi perut ikan, dll. Sungguh bukan kehidupan yang gampang.

Apa ruginya kalau kita melebihkan bayaran, atau minimal, tidak menawar atas harga yg telah dia tetapkan.

Dalam hidup, aku merasakan, selalu di beri kejutan kejutan oleh Allaah, Sang Pemilik seluruh kerajaan.

Dalam 3 hari ini, Karena sibuk kerja, menulis, menjaga anak –anak, aku nggak sempat upload foto gamis jualanku, namun seseorang tetap membeli 3 potong gamis yg dulu pernah aku upload, transaksi 1.620.000. Aku dapat untung 120ribu. Alhamdulillaah. Tapi Allaah melimpahkan cintaNya dengan menggerakkan hati si pembeli gamis untuk mentransfer lebih. yg dia transfer 2.2 juta. Untung 120ribu berubah menjadi 700 ribu.

Tadi pagi, pembeli buku dari banjar masin, mentransfer 300ribu, seharusnya hanya 121ribu. Lagi lagi, Allaah mengirim sayang-Nya dengan cara tak terduga.

Apakah rejeki hebat ini buah dari doa-doaku?

Belum tentu.

Ini bisa jadi, adalah doa dari ibu si tukang ikan, atau bapak penjual tahu, atau ibu tukang giling bumbu, atau bapak tua penjual pisang,dll yang pernah bertransaksi jual beli dengan ku.

Saat kita tak menawar, mereka ikhlas bilang “terima kasih”.

“terima” dan “kasih”. Mereka menerima. Lalu malaikat menerbangkan doa mereka, mengetuk pintu langit, dan kita kelimpahan “kasih-Nya”.

Bukankah sudah jelas, tak ada sekat antara dhuafa dengan Rabb-nya, bahwa doa kaum dhuafa, doa orang yg papa, adalah doa yang mampu mengetuk pintu langit.

Lantas kenapa kita mampu memberi kado pada teman yg melahirkan seharga ratusan ribu, atau membelikan kado ulang taun ratusan ribu pada anak teman yg merayakan ulang taun di mall , bukankah mereka sudah kaya, kado kado ratusan ribu itu mereka bisa membeli sendiri.

Sementara kita begitu berhitung pada mereka yg telah menggadaikan jam tidur dan tenaga, mereka yang terseret seret oleh arus nasib kejamnya jaman untuk sekedar mencari uang sebagai bekal pelanjut hidup.

Aku sangat yakin pada seluruh ajaran dalam nilai yang aku imani. Ketika kita memudahkan urusan orang, Allaah akan memudahkan urusan kita. Ketika kita memberi satu, Allaah akan membalas ratusan kali lipat. Balasan rejeki tak hanya dalam bentuk materi yg terukur. Bisa dalam bentuk hati yg selalu gembira. Meski sederhana, tapi hati nggak pernah gundah. Nggak pernah grasak grusuk cemas panik sampai menyerobot rejeki orang. Meski pas pasan, tapi makan enak, tidur sealu nyenyak, itu adalah rejeki yang tak terbilang harganya.

Buktikan saja. Jangan sesekali menawar pedagang kecil. Selalu mudahkan urusan orang lain. Jangan abiskan waktu untuk tawar menawar sampai alot, simpan waktu dan tenagamu untuk hal-hal yg lebih bermanfaat. Waktu buat tawar menawar dipangkas, jadikan itu waktu untuk bersujud di kala dhuha, atau untuk membaca alquran agar tentram jiwa dan raga.

Soal rejeki, kejarlah dengan cara yg baik. Serahkan hasilnya hanya pada Allaah semata.

Soal menghemat, bukan dengan cara menawar keras pedagang kecil, jangan ditawar, maka Allaah akan aktif mengisi ‘tabungan’ kita.

Dan kita akan dibuat takjub oleh cara ‘tangan’ Allaah bekerja.

Akan banyak kejutan cinta dari Yang Kuasa.

yakin seyakin yakinnya, karena Allaah, tak pernah sekalipun ingkar janji..( tp berusaha luruskan niat ya. Urusan reward dan pahala biar jd urusan Allah )

Sumber : Fitra willis Masril

Wajibkah sebagai Muslimah memakai Cadar



Wanita bercadar



Cukup banyak Pondok Pesantren Aswaja/NU yg mewajibkan santri putrinya bercadar ketika keluar rumah.
Demikian pula kebalikannya, tidak semua akhawat Wahhabi bercadar meski berada di luar rumah.
Untuk mengidentifakasi ke -wahhabi-an seseorang bukan dilihat dari cadarnya tapi dari aqidah dan struktur pemikirannya.
Cukup naif, jika setiap wanita bercadar langsung dianggap sebagai wahhabi atau teroris atau anti NKRI.
Coba cermati penjelasan para Ulama Madzhab Syafi'i dalam kitab2nya yg sangat familier di kalangan Pondok Pesantren Aswaja/ NU.

Cukup banyak kitab2 fiqh madzhab Syafi'i yg biasanya dikaji di Pesantren2 NU yg menjelaskan bahwa batas aurot perempuan.
Bagaiamana hukum bercadar bagi wanita muslimah ?
Di kalangan madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat.
Pendapat pertama menyatakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah wajib. Pendapat kedua adalah sunah.

Sedang pendapat ketiga adalah khilaful awla, menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar.
وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى
“Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, halaman 134).

Poin penting yang ingin kami katakan dalam tulisan ini adalah bahwa persoalan hukum memakai cadar bagi wanita ternyata merupakan persoalan khilafiyah. Bahkan dalam madzhab Syafi’i sendiri yang dianut mayoritas orang NU terjadi perbedaan dalam menyikapinya.

Meskipun harus diakui bahwa pendapat yang mu’tamad dalam dalam madzhab Syafi’i adalah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain (al-ajanib) adalah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya adalah ia wajib menutupi kedua telapak tangan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya.
أَنَّ لَهَا ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ عَوْرَةٌ فِي الصَّلَاِة وَهُوَ مَا تَقَدَّمَ، وَعَوْرَةٌ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْاَجَانِبِ إِلَيْهَا جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ
“Bahwa perempuan memiliki tiga uarat. Pertama, aurat dalam shalat dan hal ini telah dijelaskan. Kedua aurat yang terkait dengan pandangan orang lain kepadanya, yaitu seluruh badannya termasuk wajah dan kedua telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad...” (Lihat Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani, Bairut-Dar al-Fikr, juz, II, h. 112)

Ibnul Mundzir mengutip Imam Asy Syafi’i dalam Al Awsath (5/70) :
على المرأة أن تخمر في الصلاة جميع بدنها سوى وجهها وكفيها
“Wajib bagi wanita menutup seluruh badannya dalam shalat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud al Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm adalah aurat wanita dalam shalat.
Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ (3/169) mengatakan,
ان المشهور من مذهبنا أن عورة الرجل ما بين سرته وركبته وكذلك الامة وعورة الحرة جميع بدنها الا الوجه والكفين وبهذا كله قال مالك وطائفة وهي رواية عن احمد
“Pendapat yang masyhur di madzhab kami (syafi’iyah) bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak wanita. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Imam Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.”

Berkata Syaikh Sulayman Al Jamal tentang pernyataan Al Imam An Nawawi di atas:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“(maksud perkataan An Nawawi bahwa aurat wanita adalah) selain wajah dan telapak tangan, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan.” (Hasyiatul Jamal ‘Ala Syarh Al Minhaj, 411)

Syaikh Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat: (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha.” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)

Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qarib, 19)

Ibn Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)

Syaikh Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid yang kondisinya sulit terjaga dari pandangan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab/tutup wajah.” (Kifaayatul Akhyaar, 181).

Wallahu A'lam Bish Shawab